Latest News

Tahu kah kalian apa itu Synaesthesia ?


Synaesthesia (sinestesia)
Bayangin nih, kalau kalian bisa ngeliat warna dari sebuah nada, misalnya kalian bisa liat warna nada do, atau re, dengan mata kalian sendiri. Atau kalian bisa ngerasain rasa dari nada itu. Wow, dunia bakal terlihat berbeda dan mungkin rasanya menyenangkan bisa ngeliat apa yang nggak diliat orang.
Apa yang tadi kita bayangin tuh bukan cuman omong kosong belaka loh. Ada sebuah kelainan yang unik, yang disebut sinestesia (synaesthesia). Jadi, orang yang memiliki kelainan itu bisa ngeliat warna dari sebuah nada dan bisa ngerasain rasanya.
Yuk kita bahas lebih lanjut tentang sinestesia itu.


APA YANG DIMAKSUD DENGAN SINESTESIA?
Sinestesia (synaesthesia) secara umum didefinisikan sebagai "sensasi yang berbeda-beda yang dirasakan secara bersamaan melalui satu indera". Sinestesia berasal dari gabungan 2 kata yang diambil dari bahasa Yunani (yaitu syn yang berarti bersama-sama, dan esthesia (berasal dari kata Aesthesis yang berarti sensasi). Orang yang memiliki sinestesia disebut synaesthetes. Pendeknya nih, sinestesia adalah fenomena dimana ketika salah satu indera seorang sinestetis aktif dipakai, ia juga mampu merasakan sensasi lain yang seharusnya tidak bisa dirasakan melalui indera tersebut. Sebagai contoh, ketika seseorang mendengar suara, ia segera melihat warna atau bentuk suara tersebut dalam pikirannya, sehingga para sinestetis mampu menggambarkan bunyi dalam bentuk visual ataupun sebaliknya.
APAKAH SEMUA ORANG ITU SYNAESTHETES?
Penelitian telah menunjukkan bahwa kita semua dapat menderita sinestesia sampai tingkat tertentu. Dalam berbagai studi, orang telah diminta untuk mencocokkan suara dengan warna, dan hasilnya menunjukkan bahwa kita semua memberikan kondisi bahwa suara yang lebih rendah cenderung mengasosiasikan dengan warna lebih gelap dan suara yang lebih tinggi dengan warna-warna cerah.
Demikian pula, semua orang tampaknya akan lebih cepat di memanipulasi angka yang lebih kecil dengan tangan kiri dan angka yang lebih besar dengan tangan kanan. Hal ini menunjukkan bahwa kita semua memiliki apa yang disebut nomor baris implisit yaitu jumlah baris yang umum antara synaesthetes, banyak dari mereka benar-benar melihat nomor diatur dalam ruang.
Jadi, meskipun sebagian besar dari kita tidak menyadari hal itu, semua orang dapat memiliki kecenderungan sinestesia.
KOK BISA SIH ORANG MENGIDAP SINESTESIA?
Menurut Vilayanur S. Ramachandran, seorang ilmuwan neurosains, sinestesia itu baru saja diakui oleh dunia medis. Dahulu, kondisi ini seringkali dianggap sebagai gangguan kejiwaan, schizophrenia, atau sekadar mencari perhatian. Melalui berbagai metode tes, akhirnya Ramachandran dapat membuktikan bahwa sinestesia adalah bentuk fenomena yang benar-benar ada dan tidak dibuat-buat.
Belum ada penjelasan yang pasti mengenai penyebab sinestesia. Ada pendapat yang mengatakan bahwa sinestesia disebabkan ketika jalur neurologis antara indera tidak dipangkas selama perkembangan otak, sehingga indera saling tumpang tindih. Karena itulah beberapa orang dapat 'mendengar' tekstur, sedangkan orang lain dapat 'melihat' bau.
Namun, salah satu hipotesa terkuat adalah karena adanya cross-wiring pada dua area otak yang bertanggung jawab untuk persepsi yang berbeda. Area otak untuk angka dan area otak untuk warna terletak bersebelahan, sehingga Ramachandran menduga adanya “pintu” di antara kedua area otak tersebut pada sebagian orang. Sama halnya dengan bentuk sinestesia yang lainnya, yaitu pendengaran dan warna yang memiliki area yang bersebelahan. Namun, sekali lagi, hal ini belum menjadi penjelasan definitif dan satu-satunya tentang penyebab terjadinya sinestesia, selain bahwa sinestesia dapat diturunkan melalui proses genetis.
BERAPA BANYAK KAH SYNAESTHETES?
Sampai baru-baru ini, synaesthesia dianggap masih agak jarang, mempengaruhi hanya sekitar satu dari 2.000 orang. Penelitian ilmiah terbaru, bagaimanapun, telah menemukan bahwa sebanyak satu dalam 100 orang adalah synaesthetic. Ini berarti, mungkin ada lebih dari setengah juta orang di Inggris adalah terkena synaesthesia.
APAKAH SINESTESIA ITU PENYAKIT?
Tidak, synaesthesia bukanlah penyakit atau cacat. Synaesthetes merupakan kondisi, mereka lebih suka menyebutnya sebagai hadiah. Mereka tidak bisa membayangkan hidup tanpa synaesthesia, dan merasa bahwa orang-orang yang tidak memiliki synaesthesia kehilangan kesadaran. Tetapi beberapa bentuk synaesthesia dapat mengganggu. Kata orang-orang yang membangkitkan selera, misalnya, dapat menemukan synaesthesia mengganggu dan menjengkelkan.
BENARKAH SYNAESTHETES MEMILIKI ASOSIASI MENTAL YANG LEBIH KUAT?
Para peneliti di Australian National University (ANU), wes singkatannya keren ya, tapi ini beneran, (ANU) telah memberikan wawasan baru mengenai sinestesia. Fenomena lintas sensorik ini membuat seseorang yang memilikinya akan mendengar warna dan melihat suara.
Pemimpin penelitian, Dr. Stephanie Goodhew, ANU Research School of Psychology, mengatakan bahwa penelitian ini menemukan penderita sinestesia memiliki asosiasi mental yang lebih kuat di antara konsep-konsep yang terkait.
“Bagi mereka, kata-kata seperti ‘dokter’ dan ‘perawat’ sangat erat terkait, dimana ‘dokter’ dan ‘meja’ sangat tidak berhubungan. Jauh lebih terkait daripada orang tanpa kondisi sinestesia,” katanya.
Temuan ini dapat membantu para peneliti lebih memahami misteri sinestesia, yang menurut perkiraan Dr. Goodhew mempengaruhi satu dari setiap 100 orang.
Dilansir Australian National University (13/04/2015), Dr. Goodhew mengatakan bahwa penderita sinestesia memiliki hubungan yang lebih kuat antara daerah otak yang berbeda, terutama di antara apa yang kita anggap sebagai bagian bahasa dari otak dan bagian warna dari otak. Koneksi tersebut menyebabkan efek pemicu, dimana stimulus di salah satu bagian dari otak akan menyebabkan aktivitas di bagian lainnya.
“Hal-hal seperti mendengar bentuk, sehingga segitiga akan memicu pengalaman suara atau warna, atau mereka kemungkinan memiliki sensasi rasa tertentu ketika mereka mendengar suara tertentu,” katanya.
“Satu orang melaporkan bahwa bau memiliki bentuk tertentu. Misalnya bau udara segar berbentuk persegi panjang, kopi memiliki bentuk awan yang bergelombang dan orang-orang dapat mencium bentuk bulat atau persegi,” lanjut dia.
Penelitian tersebut memfokuskan pada pengukuran, sejauh mana orang dengan sinestesia menarik makna antara kata-kata.
“Kami memprediksi bahwa penderita sinestesia kemungkinan memiliki gaya pemikiran lebih konkret yang tidak menekankan hubungan tingkat konseptual antara stimuli, mengingat bahwa mereka memiliki pasangan yang sangat kaku antara pengalaman sensorik,” jelas Dr. Goodhew.
“Kami justru menemukan sebaliknya,” kata Dr. Goodhew.
KASUS SINESTESIA PERTAMA DI DUNIA
Sebetulnya, fenomena kejiwaan ini udah pernah ditulis secara ilmiah sejak 300 tahun yang lalu. Pada tulisan itu, dikatakan ada seorang tuna netra di abad ke-17 yang mampu mendengar penyakit cacar air. Katanya, penyakit cacar air kedengeran seperti bunyi terompet.
Akan tetapi, sampai akhir abad ke-19, tidak ada satu pun penelitian sistematis mengenai sinestesia. Pada tahun 1883, akhirnya seorang ilmuwan Inggris bernama Francis Galton, melakukan penelitian dengan membandingkan persepsi para synaesthetes.
Galton menarik kesimpulan bahwa bentuk sinestesia yang paling umum adalah fenomena mendengar warna. Hasil penelitian Galton cukup lama terlupakan dari dunia ilmu pengetahuan. Akan tetapi, di akhir tahun 80-an, fenomena sinestesia kembali diangkat oleh seorang pakar ilmu saraf dan peneliti otak terkemuka, serta pendiri rumah sakit Capitol Neurology di AS, yaitu Dr. Richard Cytowic.
Kasus sinetesis pertama Dr. Richard adalah saat ia sedang makan malam dengan seorang temannya pada tahun 1979. Ketika ia sedang menyantap makan malamnya, ia mendengar komentar temannya yang mengatakan kalau rasa ayamnya kurang banyak titiknya. Sebagai seorang dokter ahli saraf, Dr. Richard langsung bertanya pada temannya lebih jauh lagi. Akhirnya, dengan malu-malu, temannya mengakui ia memiliki persepsi bentuk pada rasa makanan. Misalnya saja, ayam yang rasanya enak memiliki bentuk yang tediri dari banyak titik. Kelainan tersebut diidapnya sejak ia lahir.
KASUS JAMES WANNERTON : PENGALAMAN MENCICIPI KATA
James Wannerton adalah salah satu dari dua setengah juta orang di dunia yang mengalami sinestesia. James bisa merasakan atau mencicipi kata-kata.
Salah satu kenangannya yang paling awal adalah ketika ia berusia sekitar empat atau lima tahun. Ketika itu ia sedang menyanyikan sebuah doa. Yang melekat dalam ingatannya bukan guru, teman dan keadaan saat itu, melainkan rasa doa yang menurutnya seperti daging asap.
Saat masuk sekolah, James mengaku selalu jadi anak yang senang melamun. Ia sering menatap keluar dari jendela sambil mencicipi apa saja di sekelilingnya. Menurut James, warna biru itu indah seperti buah opal yang manis dan lembut. Lalu, liburan  keluarganya di Devon terasa seperti bata. Perjalanan lain terasa seperti cokelat dan permen karet anggur.
“Bagi saya, mengecap kata-kata itu sama alaminya dengan bernapas, tetapi sebagai anak kecil saya tidak tahu kalau saya berbeda dari orang lain,” katanya, seperti dikutip dari Daily Mail.
Oleh karenanya, James susah berkonsentrasi dan membaca. Ia bahkan tidak pernah membaca novel karena tidak kuat berhadapan dengan prosanya yang berbunga-bunga. Ia hanya membaca buku faktual atau buku dengan gambar. “Beberapa kata terasa lebih enak daripada yang lain. Kata-kata dalam bahasa Perancis itu sulit karena kebanyakan dari mereka terasa seperti telur.”. Ia menambahkan, “Saya memiliki masalah dengan orang yang berbicara sangat jelas. Mereka membangkitkan rasa terlalu banyak.”
Orang yang bergumam atau dan pembicara yang cepat lebih mudah ia atasi, begitu pula orang dengan aksen. Ketika berusia 21 tahun, dalam kunjungannya ke Amerika Serikat pada tahun 1981, James menonton seorang wanita di televisi yang mengatakan ia bisa melihat warna ketika ia mendengarkan musik. James pun menyadari bahwa ia mungkin bukan satu-satunya. James segera memeriksakan diri ke Rumah Sakit Maudsley di London, di mana ia menjalani serangkaian scan MRI untuk melihat bagian otak yang terkait dengan rasa. Ia terbukti mengalami sinestesia.
“Saya akhirnya merasa tidak gila,” ungkap James.
Sebelumnya ia takut memberitahu orang tentang gangguan sinestesia karena tidak ingin dikira gila. Selain itu, ia paham bahwa sinestesia sulit dimengerti orang awam bahkan mungkin dokter. Sejak didiagnosis, James mengirimkan lebih dari 3.000 kata-kata yang memiliki rasa kepada para peneliti di University College London dan Edinburgh University. “Mereka masih suka menelepon saya hingga sekarang. Biasanya mereka memberikan kata-kata kepada saya, lalu saya harus segera mengartikulasikan rasa apapun dari kata-kata itu.”. James melanjutkan, pada dasarnya sinestesia adalah kesalahan genetik. Ibu dan kakaknya juga memiliki gangguan itu, tetapi tidak terlalu kuat.
“Melihat ke belakang, kemampuan saya dalam merasakan kata-kata memiliki dampak serius terhadap cara saya berinteraksi dengan orang. Saya yakin itu sebabnya saya menjadi analis sistem, di mana pekerjaan itu merupakan kegiatan soliter.”
James juga menghindari pernikahan dan pesta selama bertahun-tahun, dan jika ia mengenal seseorang dengan nama yang memiliki rasa mengerikan, maka ia tidak akan pergi ke pesta itu. Kebanyakan teman James memiliki nama yang rasanya bagus, tetapi ia akan menghindari orang atas dasar bahwa nama mereka terasa tidak menyenangkan.
“Gordon memiliki rasa kotoran. Gordon Brown bahkan lebih buruk. Itu nama menjijikkan, campuran lumpur dan Marmite. Benar-benar menjijikkan. Tony, di sisi lain, memiliki rasa kelapa kering. Dan saya tidak keberatan dengan Martin, yang memiliki rasa asam Bakewell."
James tertarik pada gadis-gadis dengan nama yang rasanya bagus. Ia tidak pernah berkencan dengan seseorang bernama Helen (rasa lendirnya terlalu kuat), Barbara (rasa rhubarb atau sejenis tanaman), dan Jemma (permen meleleh). “Pasangan saya bernama Jeanette, yang menurut saya bagus karena namanya memiliki rasa daging asap yang ringan. Saya sendiri lebih suka ia dipanggil Genna atau Gemma atau Hanna atau sesuatu yang manis semacam itu.”
Dikutip dari Huffington Post, sekitar 100 jenis sinestesia telah didokumentasikan, dan kondisi ini terjadi kepada sekitar empat persen dari populasi umum. Bagi para ilmuwan, sinestesia menyajikan masalah yang menarik. Menurut American Psychological Association, gangguan ini adalah fenomena biologis, berbeda dari halusinasi. Kondisi sinestesia bisa menurun dari keluarga dan lebih banyak terjadi pada wanita. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa sekitar satu dari 2.000 menderita sinestesia, dan beberapa ahli menduga satu dari 300 orang memiliki beberapa variasi sinestesia. Bentuk yang paling umum dari sinestesia adalah pendengaran berwarna, yang artinya suara dan terlihat sebagai warna. Kebanyakan penderita melaporkan bahwa mereka melihat suara tersebut secara internal, dalam "mata pikiran."



Nah Semoga Ilmu ini bermanfaat ya buat kalian Mahasiswa/i Psikologi J

No comments:

Post a Comment

HIMAPSI Universitas Mulawarman Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Theme images by Goldmund. Powered by Blogger.