Latest News

Pengertian Pokok Teori Adler


Teori Adler dapat kita pahami lewat pengertian-pengertian pokok yang dipergunakannya untuk membahas kepribadian. Adapun pengertian-pengertian pokok dalam teori Adler itu adalah seperti yang dikemukakan berikut ini:

Individualitas sebagai Pokok Persoalan.

Adler memberi tekanan kepada pentingnya sifat khas (unik) daripada kepribadian, yaitu individualitas, kebulatan, serta sifat-sifat khas pribadi manusia. Menurut Adler tiap orang adalah suatu konfigurasi motif-motif, sifat-sifat, serta nilai-nilai yang khas; tiap tindak yang dilakukan oleh seseorang membawakan corak khas gaya hidupnya yang bersifat individual.

Pandangan Teleologis: Finalisme Semu.

Sehabis memisahkan diri dari Freud, Adler lalu sangat dipengaruhi oleh filsafat “se-akan-akan” yang dirumuskan oleh Hans Vaihinger dalam bukunya yang berjudul Die Philosophie des Als-Ob(1911).
Vaihinger mengemukakan, bahwa manusia hidup dengan berbagai macam cita-cita atau pikiran yang semata-mata bersifat semu, yang tidak ada buktinya atau pasangannya dalam realita. Gambaran-gambaran semu yang demikian itu misalnya: “Semua manusia ditakdirkan sama”, “Kejujuran adalah politik yang paling baik”, “Tujuan mengesahkan alat” dan sebagainya. Gambaran-gambaran semua itu memungkinkan manusia untuk menghadapi realita dengan lebih baik. Gambaran-gambaran semu tersebut adalah pangkal duga-pangkal duga penolong, yang apabila kegunaannya sudah tidak ada lagi, lalu dapat dibuang.
Adler mengambil ajaran filsafat positivisme idealistis yang bersifat pragmatis itu dan disesuaikannya dengan pendapatnya sendiri.
Di dalam filsafat Vaihinger itu, Adler menemukan pengganti determinisme historis Freud yang menekankan faktor konstitusional serta pengalaman masa kanak-kanak; Adler menemukan gagasan bahwa manusia lebih didorong oleh harapan-harapannya terhadap masa depan daripada pengalaman-pengalaman masa lampaunya. Tujuan itu tidak ada di masa depan sebagai bagian daripada suatu rancangan teleologis, melainkan ada secara subyektif (dalam diri si subyek) pada waktu kini sebagai keinginan atau cita-cita yang mempengaruhi tingkah laku dewasa ini.
Jadi segala aktivitas proses psikis ditentukan oleh motif-motif tertentu, juga bilamana motif-motif ini tak disadari oleh orang yang bersangkutan.
Tiap orang mempunyai Leitlenie, yaitu rancangan hidup rahasia yang tak disadari, yang diperjuangkannya terhadap segala rintangan. Tujuan yang ingin dikejar manusia itu mungkin hanya suatu fiksi, yaitu suatu cita-cita yang tak mungkin direalisasikan, namun kendatipun demikian merupakan pecut yang nyata bagi usaha manusia, dan karenanya juga merupakan sumber keterangan bagi tingkah lakunya.
Menurut Adler, orang yang normal dapat membebaskan diri dari fiksi ini, sedang orang yang neurotis tidak.

Dua Dorongan Pokok.

Di dalam diri manusia terdapat dua dorongan pokok, yang mendorong serta melatarbelakangi segala tingkah lakunya, yaitu:
  1. Dorongan kemasyarakatan, yang mendorong manusia bertindak yang mengabdi kepada masyarakat, dan
  2. Dorongan keakuan, yang mendorong manusia bertindak yang mengabdi kepada aku sendiri.
Mengenai dorongan keakuan ini, pendapat Adler mengalami perkembangan. Sejak tahun 1908, dia telah sampai pada kesimpulan bahwa dorongan agresif lebih penting daripada dorongan seksual. Kemudian nafsu agresif itu diganti dengan keinginan berkuasa dan lebih kemudian lagi ini digantinya dengan dorongan untuk superior, dorongan untuk berharga, untuk lebih sempurna.
Superioritas di sini bukanlah keadaan yang obyektif, seperti kedudukan sosial yang tinggi dan sebagainya, melainkan adalah keadaan subyektif, pengalaman atau perasaan cukup berharga. Dorongan untuk berharga ini adalah hal yang ada dalam diri subyek, sebagai bagian dari hidupnya, malahan hidup itu sendiri. Sejak lahir sampai mati, dorongan superioritas itu membawa pribadi dari satu fase perkembangan ke fase selanjutnya. Dorongan ini dapat menjelma ke dalam beribu-ribu bentuk atau cara.
Bagaimana jalan terbentuknya dorongan superiorita itu sangat erat hubungannya dengan masalah rendah diri. Karena itu masalah ini mendapat peneropongan sekedarnya.

Rasa Rendah Diri dan Kompensasi.

Sejak mula-mula menjadi dokter, Adler telah menaruh perhatian terhadap fungsi-fungsi jasmani yang kurang sempurna, hal ini dirumuskannya dalam Organ Minderwertigheit Und Ihre Psychische Kompensationen (1912). Mula-mula, dia menyelidiki tentang kenapakah apabila orang sakit itu menderita di daerah-daerah tertentu pada tubuhnya; misalnya ada orang menderita sakit jantung, ada yang sakit paru-paru, dan ada lagi yang sakit punggung dan sebagainya. Jawab Adler ialah pada daerah-daerah tersebut terdapat kekurangan kesempurnaan atau minderwertigheit(inferioritas), baik karena dasar maupun karena kelainan dalam perkembangan. Selanjutnya, dia menemukan bahwa orang yang mempunyai organ yang kurang baik itu berusaha mengkompensasikannya dengan jalan memperkuat organ tersebut dengan latihan-latihan yang intensif.
Contoh yang terkenal mengenai kompensasi terhadap organ yang kurang sempurna adalah Demosthenes yang pada masa kanak-kanaknya menggagap, tetapi karena latihan-latihan, akhirnya menjadi orator yang paling ternama.
Segera setelah dia menerbitkan monograf tentang minder wertigkeit von organen, Adler memperluas pendapatnya tentang rasa rendah diri itu; pengertian ini mencakup segala rasa kurang berharga yang timbul karena tidak mampuan psikologis atau sosial yang dirasa secara subyektif, ataupun karena keadaan jasmani yang kurang sempurna. Pada mulanya Adler menyatakan inferioritas itu dengan “kebetinaan” dan kompensasinya disebut “protes kejantanan”.
Akan tetapi, kemudian dia memasukkan hal itu ke dalam suatu pengertian yang lebih luas yaitu rasa diri kurang atau rasa rendah diri yang timbul karena perasaan kurang berharga atau kurang mampu dalam bidang penghidupan apa saja. Misalnya saja, anak merasa kurang jika membandingkan diri dengan orang dewasa, dan karenanya didorong untuk mencapai taraf perkembangan itu timbul lagi rasa diri kurangnya dan didorong untuk maju lagi, demikian selanjutnya. Adler berpendapat, bahwa rasa rendah diri itu bukanlah suatu pertanda ketidaknormalan; melainkan justru merupakan pendorong bagi segala perbaikan dalam kehidupan manusia. Tentu saja dapat juga rasa rendah diri itu berlebih-lebihan sehingga manifestasinya juga tidak normal, misalnya timbulnya kompleks rendah diri atau kompleks untuk superior. Tetapi dalam keadaan normal rasa rendah diri itu merupakan pendorong ke arah kemajuan atau kesempurnaan (superior).
Dalam pada itu perlu dicatat bahwa Adler bukanlah seorang hedonis; kendatipun rasa rendah diri itu membawa penderitaan, namun hilangnya rasa rendah diri tidak mesti berarti datangnya kenikmatan.
Bagi Adler, tujuan manusia bukanlah mendapatkan kenikmatan, akan tetapi mencapai kesempurnaan.

Dorongan Kemasyarakatan.

Pada mula-mulanya, Adler hanya mementingkan dorongan keakuan—masalah rendah diri dan usaha menjadi superior—karena itu, dia mendapat banyak kecaman. Karena itu, dia yang juga menjadi pendukung demokrasi, akhirnya memperluas pendapatnya dan mencakup juga dorongan kemasyarakatan. Dalam bentuk konkretnya, dorongan ini misalnya berwujud koperasi, hubungan sosial, hubungan antar pribadi, mengikatkan diri dengan kelompok, dan sebagainya. Secara teori, dalam artinya yang luas, dorongan kemasyarakatan merupakan dorongan untuk membantu masyarakat untuk mencapai tujuan masyarakat yang sempurna.
Dorongan kemasyarakatan itu adalah dasar yang dibawa sejak lahir; pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial. Namun sebagaimana lain-lain kemungkinan bawaan, kemungkinan mengabdi kepada masyarakat itu tidak nampak secara spontan, melainkan harus dibimbing dan dilatih.
Justru karena pendiriannya inilah dia yakin akan “paedagogisch optimisme” dan menyediakan banyak waktu untuk mendirikan klinik bimbingan kanak-kanak, memperbaiki sekolah-sekolah, dan memberi petunjuk kepada para orang tua cara-cara yang sebaik-baiknya untuk mengasuh dan mendidik anak-anak.
Jadi kalau kita ikuti perkembangan teori Adler itu, maka dapat kita gambarkan demikian:
  1. Mula-mula manusia dianggap didorong oleh dorongan untuk mengejar keakuan dan kekuasaan sebagai lantaran untuk mencapai kompensasi bagi rasa rendah dirinya.
  2. Selanjutnya manusia dianggapnya didorong oleh dorongan kemasyarakatan yang dibawa sejak lahir yang menyebabkan dia menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi.
Jadi, gambaran tentang manusia sempurna hidup dalam masyarakat sempurna menggantikan gambaran tentang manusia kuat, agresif, dan menguasai, serta memeras masyarakat.
Singkatnya, dorongan kemasyarakatan menggantikan dorongan keakuan. Namun sebagai keseluruhan, kedua dorongan pokok yang telah diketengahkan di muka itu, yaitu dorongan keakuan dan dorongan kemasyarakatan, kedua-duanya adalah penting.
Sebagaimana dinyatakan oleh Adler sendiri “Dorongan kemasyarakatan, di samping dorongan untuk berkuasa, memainkan peranan terpenting dalam perkembangan kepribadian”.

Gaya Hidup, Leitlinie.

Gaya hidup adalah pengertian yang sentral dalam teori Adler, tetapi juga pengertian yang paling sukar dijelaskan. Gaya hidup ini adalah prinsip yang dapat dipakai landasan untuk memahami tingkah laku seseorang; inilah yang melatarbelakangi sifat khas seseorang. Tiap orang punya gaya hidup masing-masing. Tiap orang punya tujuan sama yaitu mencapai superiorita, namun caranya untuk mengejar tujuan itu boleh dikatakan tak berhingga banyaknya, ada yang dengan mengembangkan akalnya, ada yang dengan melatih otot-ototnya, dan sebagainya. Gaya hidup si pemikir dan si olahragawan adalah lain. Tiap tingkah laku orang tentu membawakan gaya hidupnya; dia mengamati, berangan-angan, berfikir, serta bertindak dalam gayanya sendiri yang khas. Inilah gaya hidupnya, Leitlinie, yang menjadi pembimbing dalam hidupnya dan diperjuangkannya terhadap segala macam rintangan.
Gaya hidup seseorang itu telah terbentuk antara umur tiga sampai lima tahun, dan selanjutnya segala pengalaman dihadapi serta diasimilasikan sesuai dengan gaya hidup yang khas itu. Setelah gaya hidupnya ini terbentuk, praktis tak dapat diubah lagi; betul, orang mungkin dapat merubah cara-cara untuk melahirkan atau menampakkan gaya hidupnya; tetapi gaya hidup itu sendiri akan tetap tidak berubah.
Menurut Adler, gaya hidup itu ditentukan oleh inferiorita yang khusus; jadi, gaya hidup itu adalah suatu bentuk kompensasi terhadap kekurangansempurnaan tertentu.
Misalnya gaya hidup Napoleon yang gemar menaklukkan itu, adalah kompensasi bagi tubuhnya yang kecil, keinginan Hitler untuk menguasai dunia adalah kompensasi bagi impotensi seksualnya, dan sebagainya. Teori Adler tentang gaya hidup sebagai dasar daripada tingkah laku ini akhirnya tidak memuaskan dirinya sendiri. Karena hal ini dipandangnya terlalu sederhana dan terlalu mekanistis; karena itu, dicarinya pengertian yang lebih memadai, dan akhirnya hal ini diketemukannya diri yang kreatif.

Diri yang Kreatif.

Diri yang kreatif adalah penggerak utama, pegangan filsafat, sebab pertama bagi semua tingkah laku. Sukarnya menjelaskan soal ini ialah karena kita tak dapat menyaksikannya secara langsung akan tetapi hanya dapat menyaksikan lewat manifestasinya. Inilah yang mengantarai antara perangsang yang dihadapi individu dengan respon yang dilakukannya. Diri yang kreatif inilah yang memberi arti kepada hidup; yang menetapkan tujuan serta membuat alat untuk mencapainya.

No comments:

Post a Comment

HIMAPSI Universitas Mulawarman Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Theme images by Goldmund. Powered by Blogger.